Inisiatif Presiden SBY untuk menyatukan negara-negara pemilik hutan tropis dunia mendapat sambutan positif. Pada 24 September 2007, sekitar pukul 11.00 waktu setempat, 11 negara mengumumkan bersama “Jpint Statement Tropical Rainforets Countries’ Leaders”. Lima Kepala Negara yang hadir dalam pertemuan tersebut adalah Presiden RI, Perdana Menteri Gabon, Perdana Menteri Papua New Guinea, Wakil Presiden Colombia dan Wakil Perdana Menteri Republik Congo. Enam negara lainnya diwakili oleh pejabat setingkat Menteri, yaitu: Brazil, Cameroon, Democratic Republic of Congo, Costa Rica, Mexico, dan Peru. Secara keseluruhan kesebelas negara ini merupakan pemilik separuh hutan tropis dunia. Para Kepala Negara tersebut berada di New York untuk menghadiri “High-Level Event on Climate Change” pada 24 September dan Sidang ke-62 Majelis Umum PBB (United Nations General Assembly) yang dibuka oleh Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon pada 25 September 2007. Pada kesempatan tsb. Presiden didampingi oleh Menteri Luar Negeri, Menteri Sekretaris Kabinet, Emil Salim, Ali Alatas, dan WATAPRI/Duta Besar RI untuk PBB.
Joint Statement yang memuat 11 paragraf merupakan cerminan kepentingan Indonesia dan negara hutan tropis lainnya. Pentingnya hutan tropis dalam mengelola keseimbangan ekologis sebagai penyerap, sumber maupun penampung gas rumah kaca (GRK), disamping sebagai sumber kehidupan dan penyimpan warisan budaya mendapat perhatian khusus. Selain itu ditekankan pula peran ekosistem hutan yang merupakan penyedia jasa sebagai habitat berbagai macam species biologi, dan penyimpan sumber daya genetik bagi makanan, obat-obatan dan jasa lainnya.
Dalam kerangka peran hutan dalam perubahan iklim, Statement menekankan pentingya positive approach bagi usaha reducing emission from deforestation, degradataion and land use change dan peranan kawasa yang dilindungi (protected areas) sebagaimana kutipan paragraf berikut:
“…we call for mobilization of new and additional financial resources sufficient to implement non-restrictive policy approaches and positive incentives, under the UNFCCC, and other international fora, to support our voluntary efforts in reducing greenhouse gas emissions as well as enhancing sequestration through sustainable forest management and forest conservation, and increasing carbon sinks through afforestation and reforestation, including support for early action from 2008-2012 along with expanded activities post-2012. Furthermore, we call for protected areas to be given special consideration by the international community…”
Dalam berbagai kesempatan lain, yaitu pada Thematic Plenary dan Penutupan The High-Level Event on Climate Change Presiden RI menekankan beberapa pandangan berikut:
1. Diperlukannya penguasaan teknologi terkait dengan pengurangan emisi karbon oleh negara berkembang, diantaranya melalui kerjasama multilateral (terbentuknya Asia-Pasific Network for EnergyTechnology) dan kerjasama bilateral.
2. Inisiatif Indonesia dalam launching a special Leaders Meeting of Tropical Rainforest Countries untuk merumuskan proposal konstruktif dalam memperkuat peran hutan tropis dalam mengurangi pemanasan global.
3. Inisiatif Indonesia atas the Coral Triangle Initiative for Corals, Fisheries and Food Security, yang disupport oleh APEC. Inisiatif ini merupakan jawaban atas ancaman pemanasan air laut terhadap +. 5,7 juta km2 Coral Reef Triangle yang membentang meliputi wilayah Indonesia, Malaysia, the Phillipines, PNG Timor Leste dan Solomon Islands.
4. Harapan terhadap dukungan dan suksesnya COP-13 UNFCCC di Bali untuk menghasilkan “a bold global decision addressing climate change without significantly jeopardizing development efforts”.
Persiapan penyelenggaran Forest-11 yang memakan waktu kurang dari satu bulan ini telah mampu membawa Indonesia, sebagai pemilik hutan tropis terbesar dunia setelah Brazil dan Republic Demokratik Congo (dahulu Zaire), mengambil peran politis yang aktif dan menonjol. Sudah selayaknya Indonesia harus memiliki suara lebih besar dan posisi tawar yang tinggi dalam kerjasama global. Jika suara Indonesia semakin didengar, maka akan mendapatkan manfaat konkret dalam kerjasama global, misalnya dalam bentuk kerjasama teknis ataupun transfer teknologi
Joint Statement.pdf
Joint Statement yang memuat 11 paragraf merupakan cerminan kepentingan Indonesia dan negara hutan tropis lainnya. Pentingnya hutan tropis dalam mengelola keseimbangan ekologis sebagai penyerap, sumber maupun penampung gas rumah kaca (GRK), disamping sebagai sumber kehidupan dan penyimpan warisan budaya mendapat perhatian khusus. Selain itu ditekankan pula peran ekosistem hutan yang merupakan penyedia jasa sebagai habitat berbagai macam species biologi, dan penyimpan sumber daya genetik bagi makanan, obat-obatan dan jasa lainnya.
Dalam kerangka peran hutan dalam perubahan iklim, Statement menekankan pentingya positive approach bagi usaha reducing emission from deforestation, degradataion and land use change dan peranan kawasa yang dilindungi (protected areas) sebagaimana kutipan paragraf berikut:
“…we call for mobilization of new and additional financial resources sufficient to implement non-restrictive policy approaches and positive incentives, under the UNFCCC, and other international fora, to support our voluntary efforts in reducing greenhouse gas emissions as well as enhancing sequestration through sustainable forest management and forest conservation, and increasing carbon sinks through afforestation and reforestation, including support for early action from 2008-2012 along with expanded activities post-2012. Furthermore, we call for protected areas to be given special consideration by the international community…”
Dalam berbagai kesempatan lain, yaitu pada Thematic Plenary dan Penutupan The High-Level Event on Climate Change Presiden RI menekankan beberapa pandangan berikut:
1. Diperlukannya penguasaan teknologi terkait dengan pengurangan emisi karbon oleh negara berkembang, diantaranya melalui kerjasama multilateral (terbentuknya Asia-Pasific Network for EnergyTechnology) dan kerjasama bilateral.
2. Inisiatif Indonesia dalam launching a special Leaders Meeting of Tropical Rainforest Countries untuk merumuskan proposal konstruktif dalam memperkuat peran hutan tropis dalam mengurangi pemanasan global.
3. Inisiatif Indonesia atas the Coral Triangle Initiative for Corals, Fisheries and Food Security, yang disupport oleh APEC. Inisiatif ini merupakan jawaban atas ancaman pemanasan air laut terhadap +. 5,7 juta km2 Coral Reef Triangle yang membentang meliputi wilayah Indonesia, Malaysia, the Phillipines, PNG Timor Leste dan Solomon Islands.
4. Harapan terhadap dukungan dan suksesnya COP-13 UNFCCC di Bali untuk menghasilkan “a bold global decision addressing climate change without significantly jeopardizing development efforts”.
Persiapan penyelenggaran Forest-11 yang memakan waktu kurang dari satu bulan ini telah mampu membawa Indonesia, sebagai pemilik hutan tropis terbesar dunia setelah Brazil dan Republic Demokratik Congo (dahulu Zaire), mengambil peran politis yang aktif dan menonjol. Sudah selayaknya Indonesia harus memiliki suara lebih besar dan posisi tawar yang tinggi dalam kerjasama global. Jika suara Indonesia semakin didengar, maka akan mendapatkan manfaat konkret dalam kerjasama global, misalnya dalam bentuk kerjasama teknis ataupun transfer teknologi
Joint Statement.pdf
|