Kamis, 27 September 2007

Hutan Riau 15 Tahun Lagi Habis


JAKARTA (RP)- Bila praktik illegal logging atau pembalakan liar terus terjadi di Riau, maka paling lama 15 tahun lagi hutan di Bumi Lancang Kuning akan ludes. Itulah sebabnya, aparat kepolisian sebagai penegak hukum tidak akan mundur selangkah pun untuk mengusut hingga tuntas kasus illegal logging yang terjadi di Riau. Penegasan itu disampaikan Kapolri Jenderal Pol Sutanto dalam Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi III DPR RI di Gedung DPR/MPR RI, kawasan Senayan, Jakarta, kemarin (17/9). Sutanto menyatakan hal itu menjawab desakan Wakil Ketua Komisi III DPR Suripto (FPKS) terkait kasus illegal logging di Riau. Dalam Raker tersebut, Suripto mendesak aparat kepolisian agar mengusut hingga tuntas praktik illegal logging di Riau.

Kapolri Sutanto mengatakan bahwa pihaknya konsisten untuk melakukan penegakan hukum menyangkut penanganan illegal logging. ‘’Hukum berjalan terus. Memang kalau dibiarkan, 15 tahun lagi hutan Riau akan habis,’’ sebut Sutanto sembari menegaskan bahwa alasan peningkatan kapasitas produksi bagi perusahaan tidak boleh menjadi alasan untuk meluluhlantakkan hutan Riau.

Ia melanjutkan, saat ini sedikitnya 14 perusahaan sedang disidik oleh Polda Riau karena diduga terlibat praktik illegal logging. Sayangnya, Sutanto tidak berkomentar banyak saat ditanya wartawan di sela-sela Raker terkait progress Tim Gabungan bentukan Presiden SBY untuk kasus illegal logging di Riau. ‘’Belum ada laporan. Tapi penegakan hukum terus berjalan,’’ katanya tanpa berkomentar lebih jauh.

Dalam pada itu, anggota Komisi III lainnya Agun Gunandjar Sudarsa (FPG) meminta aparat kepolisian agar tidak hanya berwacana dalam melakukan pemberantasan illegal logging. Menurut politisi Partai Golkar ini, sejauh ini apa yang dilakukan pihak kepolisian hanya sebatas menjadi berita di media massa. ‘’Padahal yang diperlukan masyarakat itu, bagaimana agar hutan itu tidak lagi ditebang. Tidak ada lagi penebangan liar itu. Kita minta apa yang dilakukan kepolisian ini tidak hanya menjadi berita di koran-koran, televisi, sementara pembalakan liar terus saja terjadi,’’kritiknya.

Di tempat terpisah, anggota Komisi IV DPR yang antara lain membidangi masalah kehutanan, Azwar Ces Putra menilai bahwa penutupan perusahaan bukanlah solusi terbaik. Justru akan mendatangkan masalah baru yang jauh lebih kompleks. ‘’Kalau ditutup, berapa ribu orang yang akan jadi pengangguran. Berapa besar kerugian yang akan diterima negara. Itu bukan solusi, tapi mendatangkan masalah baru,’’ tegas anggota DPR dari daerah pemilihan Riau ini.

Azwar menegaskan bahwa semua pihak mendukung upaya penegakan hukum yang dilakukan aparat kepolisian. Namun penegakan hukum tentu tidak dengan menutup perusahaan. Apalagi perusahaan itu punya izin yang legal dalam menjalankan usahanya. ‘’Yang salah silahkan ditindak sesuai aturan yang berlaku,’’ tegasnya lagi.

Sebelumnya, Menteri Perdagangan Fahmi Idris menjelaskan bahwa industri kertas dan bubur kertas termasuk kelompok industri dalam kelompok lima besar penyumbang ekspor nasional. Nilai ekspornya mencapai 3,98 miliar dolar AS dan menyumbang 6,05 persen total ekspor industri manufaktur pada 2006.

Nilai produksinya sendiri sebesar Rp46,54 triliun dan menyumbang 1,56 persen dari total output nonmigas. Saat ini di Indonesia terdapat 14 pabrik bubur kertas dan 79 pabrik kertas dengan kapasitas masing-masing 6,7 juta ton bubur kertas dan 10,36 juta ton kertas per tahunnya. Bila pabrik-pabrik kertas tersebut sampai gulung tikar, tentu akan mendatangkan kerugian yang tidak sedikit bagi negara.