Jakarta (ANTARA News) - "Forestry 8" (F8), sebuah langkah diplomasi global untuk menciptakan kerjasama menanggulangi pemanasan global, yang dicetuskan oleh Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono, mendapat tambahan dukungan hingga total menjadi 12 negara.
"Awalnya cuma delapan negara yang menyatakan bersedia bergabung, tapi sekarang sudah bertambah jadi 12, yaitu dari Meksiko, Peru, Kolombia, dan Republik Demokratik Kongo," kata Menteri Negara Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar, kepada ANTARA, di Jakarta, Rabu.
Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa Pemerintah Indonesia sangat mendukung pertambahan anggota F8, karena semakin banyak negara yang bergabung, maka posisi tawar forum kerjasama ini akan semakin besar.
Sebagai latar belakang, "Forestry 8" telah dibahas di Istana Tapaksiring, Gianyar, Bali, oleh Presiden Yudhoyono pada 31 Agustus lalu.
Setelah pertemuan berakhir, Jurubicara kepresidenan Dino Patti Jalal menjelaskan bahwa "Negara yang mempunyai hutan hujan tropis memiliki peranan sangat strategis, karena sekitar 25 persen dari emisi global berasal dari negara-negara yang memiliki hutan akibat penggundulan hutan, pembalakan liar, kebakaran lahan/hutan dan sebagainya."
Indonesia sebagai negara yang memiliki hutan hujan tropis di dunia merasa terpanggil untuk melakukan suatu inisiatif, yaitu mengadakan suatu pertemuan antara negara-negara hutan hujan tropis pada bulan September di New York, kata Dino.
"Negara-negara yang akan kita prioritaskan, yaitu negara-negara yang berada 10 derajat di utara Khatulistiwa dan 10 derajat di selatan garis Khatulistiwa. Ini secara fisik adalah negara-negara yang mempunyai hutan hujan tropis," katanya melanjutkan.
Dengan bergabungnya empat negara tadi, total negara pemilik hutan hujan tropis yang bersepakat akan melestarikan hutannya adalah 12 negara (F12); Indonesia, Brasil, Kosta Rika, Kamerun, Kolombia, Gabon, Malaysia, Kongo, Republik Demokratik Kongo, Meksiko, Papua Nugini, dan Peru.
"Posisi tawar negara-negara pemilik hutan tropis akan semakin besar dalam program UNFCCC (United Nation Framework Convention on Climate Change). Kita akan lebih mungkin mengajukan suatu usulan karena posisi kita lebih kuat secara bersama-sama," kata Rachmat.
Masih menurut Rachmat, forum yang diperkirakan masih bertambah anggotanya ini akan menjadi ajang berbagi kemampuan dan kapasitas dalam upaya melestarikan hutan sebagai penyelamat terakhir dunia dari perubahan iklim.
"Masing-masing negara anggota akan mentransfer kemampuan dan kelebihan mereka," kata Rachmat.
Ketika ditanya adakah target jumlah negara yang diharapkan menyokong usulan Indonesia ini, menteri menjawab, "Tidak ada target."
Presiden pimpin KTT khusus
Presiden Yudhoyono sendiri dijadwalkan akan memimpin Pertemuan Khusus Tingkat Tinggi Negara-negara Pemilik Hutan Hujan Tropis di Markas Besar PBB, di New York, Amerika Serikat, pada 24 September 2007 mendatang.
"Pertemuan ini bertujuan salah satunya untuk meningkatkan posisi tawar dalam Konferensi para Pihak ke-13 (COP-13) di Bali, Desember mendatang," kata Rachmat menegaskan.
Negara-negara yang bergabung dalam gagasan Indonesia itu juga akan mengajukan skema mencegah deforestasi melalui langkah-langkah konservasi hutan seperti hutan lindung.
Menurut rencana, seusai pertemuan di sela-sela Sidang Umum PBB negara F12 akan mengeluarkan beberapa pernyataan bersama terkait dengan upaya serta desakan mereka dalam hal pelestarian hutan dunia. (*)
|