Forum Aliansi Antarnegara Mendesain Potensinya
Jakarta, Kompas - Luasan tutupan hutan yang potensial "diperdagangkan" terkait penyerapan emisi karbon mencapai 88 juta hektar. Data itulah yang akan digunakan ketika bernegosiasi untuk memperoleh subsidi dana dalam forum Konferensi Para Pihak Ke-13 Konvensi Kerangka Kerja PBB untuk Perubahan Iklim di Bali, 3-14 Desember 2007.
Data tersebut merupakan hasil studi citra landsat yang dilakukan Organisasi Pangan dan Pertanian PBB tahun 2005. "Luasan itu sangat potensial dan signifikan untuk ’diperdagangkan’ pada forum COP ke-13," kata Staf Ahli Menteri Kehutanan Bidang Kemitraan Kehutanan Sunaryo kepada pers di Jakarta, Rabu (3/10), tentang hutan andalan Indonesia.
Tutupan lahan itu, termasuk di antaranya kawasan hutan alam (hutan lindung masuk di dalamnya), hutan tanaman, dan kawasan perkebunan hasil konversi hutan alam. Adapun luas total kawasan hutan Indonesia, termasuk dengan vegetasi jarang, mencapai 120 juta hektar.
Sebelumnya, pihak Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KLH) menyatakan bahwa luas hutan dalam kondisi baik di seluruh Indonesia minimal mencapai 33 juta hektar. Seluas itu pula kawasan yang potensial memperoleh dana besar dari mekanisme internasional mencegah deforestasi.
Dengan asumsi perhitungan harga per hektar hutan kondisi bagus setara 10 dollar AS, seperti diungkapkan Menteri KLH Rachmat Witoelar, setidaknya dapat terkumpul dana 330 juta dollar AS. "Itu potensi dari perhitungan luasnya, belum harga karbonnya," katanya.
Potensi karbon
Untuk menghitung potensi karbon pada setiap jenis kawasan hutan dan lahan gambut, Departemen Kehutanan bekerja sama dengan Bank Dunia serta beberapa negara, di antaranya Inggris dan Australia, membentuk forum Indonesia Forest Climate Alliance.
Forum itu secara khusus mendesain, membuat metodologi penghitungan potensi karbon dan model pengawasannya di setiap kawasan. Setidaknya, ada lima klasifikasi lanskap, masing-masing kawasan konservasi, hutan produksi, hutan industri, lahan gambut, dan kawasan yang dikonversi. "Tidak mungkin penghitungan selesai Desember. Namun, setidaknya Indonesia memiliki pilihan yang dapat ditawarkan," kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kehutanan Dephut Wahjudi Wardojo.
Perhitungan karbon yang digunakan selama ini, setiap hektar hutan alam berpotensi menyerap 200-300 ton karbon. Hutan tanaman menyerap 100-150 ton karbon per hektar, sedangkan kawasan perkebunan menyerap 25-30 ton karbon per hektarnya.
"Kami ingin memperoleh hitungan terbaru dari kerja sama tadi. Soal harganya hingga kini memang belum ada kesepakatan dan pertemuan di Bali merupakan salah satu langkah awal," kata Wahjudi.
Data tersebut merupakan hasil studi citra landsat yang dilakukan Organisasi Pangan dan Pertanian PBB tahun 2005. "Luasan itu sangat potensial dan signifikan untuk ’diperdagangkan’ pada forum COP ke-13," kata Staf Ahli Menteri Kehutanan Bidang Kemitraan Kehutanan Sunaryo kepada pers di Jakarta, Rabu (3/10), tentang hutan andalan Indonesia.
Tutupan lahan itu, termasuk di antaranya kawasan hutan alam (hutan lindung masuk di dalamnya), hutan tanaman, dan kawasan perkebunan hasil konversi hutan alam. Adapun luas total kawasan hutan Indonesia, termasuk dengan vegetasi jarang, mencapai 120 juta hektar.
Sebelumnya, pihak Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KLH) menyatakan bahwa luas hutan dalam kondisi baik di seluruh Indonesia minimal mencapai 33 juta hektar. Seluas itu pula kawasan yang potensial memperoleh dana besar dari mekanisme internasional mencegah deforestasi.
Dengan asumsi perhitungan harga per hektar hutan kondisi bagus setara 10 dollar AS, seperti diungkapkan Menteri KLH Rachmat Witoelar, setidaknya dapat terkumpul dana 330 juta dollar AS. "Itu potensi dari perhitungan luasnya, belum harga karbonnya," katanya.
Potensi karbon
Untuk menghitung potensi karbon pada setiap jenis kawasan hutan dan lahan gambut, Departemen Kehutanan bekerja sama dengan Bank Dunia serta beberapa negara, di antaranya Inggris dan Australia, membentuk forum Indonesia Forest Climate Alliance.
Forum itu secara khusus mendesain, membuat metodologi penghitungan potensi karbon dan model pengawasannya di setiap kawasan. Setidaknya, ada lima klasifikasi lanskap, masing-masing kawasan konservasi, hutan produksi, hutan industri, lahan gambut, dan kawasan yang dikonversi. "Tidak mungkin penghitungan selesai Desember. Namun, setidaknya Indonesia memiliki pilihan yang dapat ditawarkan," kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kehutanan Dephut Wahjudi Wardojo.
Perhitungan karbon yang digunakan selama ini, setiap hektar hutan alam berpotensi menyerap 200-300 ton karbon. Hutan tanaman menyerap 100-150 ton karbon per hektar, sedangkan kawasan perkebunan menyerap 25-30 ton karbon per hektarnya.
"Kami ingin memperoleh hitungan terbaru dari kerja sama tadi. Soal harganya hingga kini memang belum ada kesepakatan dan pertemuan di Bali merupakan salah satu langkah awal," kata Wahjudi.
|