Bogor, 25 Oktober 2005. Pertemuan Informal Tingkat Menteri untuk Perubahan Iklim Informal (Ministerial Meeting on Climate Change) di Istana Bogor pada tanggal 24-25 Oktober. Pertemuan ini dibuka oleh Presiden Republik Indonesia, Soesilo Bambang Yudhono dan dihadiri oleh delegasi dari 35 Negara dan UNFCCC. Pertemuan ini dilakukan dalam rangka persiapan pertemuan tingkat tinggi atau konferensi antar pihak (COP 13) dari United Nation Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) dan Konferensi dari Pertemuan antar pihak Protokol Kyoto (CMP 3) yang akan dilakukan di Bali pada tanggal 3 – 14 Desember 2007.
Dalam sambutannya Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono menghargai kehadiran dan mengajak seluruh delegasi untuk bersama-sama mengatasi perubahan iklim dengan menjadikan pertemuan ini sebagai dasar bagi pengambilan keputusan dimulainya suatu proses di COP 13 yang dikenal sebagai Bali Road Map. Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono menambahkan bahwa penyebab utama perubahan iklim adalah manusia dan tidak perlu diperdebatkan lagi seiring dengan keluarnya laporan IPCC keempat. Dengan demikian tidak ada alasan bagi kita untuk tidak menangani permasalahan ini dengan tegas, baik di tingkat lokal, regional maupun internasional.
Sementara itu dalam sambutannya Menteri Negara Lingkungan Hidup RI, Rachmat Witoelar menyebutkan bahwa kehadiran Presiden RI menunjukkan betapa pentingnya pertemuan ini dan mendorong seluruh delegasi untuk melakukan yang terbaik dalam rangka persiapan Konferensi untuk Perubahan Iklim di Bali nanti.
Bertindak sebagai Pimpinan Pertemuan ini adalah Menteri Negara Lingkungan Hidup Indonesia, Rachmat Witoelar. Rachmat Witoelar juga akan menjadi Presiden Konferensi Antar Pihak (COP) 13 UNFCCC di Bali Nanti. Pertemuan ini membahas tiga hal penting yaitu Building Blocks for a Future Framework, Delivering of the Building Block, and the Bali Road Map.
Kesepakatam umum dalam empat building blocks adalah memperluas kerangka pasca 2012 dan memberikan proporsi yang adil bagi adaptasi dan mitigasi serta isu khusus seperti deforestasi dan degradasi hutan.
Beberapa hal penting yang dihasilkan dalam pertemuan ini antara lain penanganan perubahan iklim tetap mengacu pada kerangka yang sudah ada, yaitu UNFCCC dan Protokol Kyoto; negara-negara Annex 1 tetap mengambil peran utama; dan tercapainya kesepakatan bahwa kerangka multilateral pasca 2012 harus selesai pada 2009 serta menjamin keberlanjutan CDM. Dalam konteks ini dibutuhkan konsensus yang lebih luas mengenai pentingnya Bali Road Map dalam rangka menuju kerangka pasca 2012 tersebut.
Dalam sambutannya Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono menghargai kehadiran dan mengajak seluruh delegasi untuk bersama-sama mengatasi perubahan iklim dengan menjadikan pertemuan ini sebagai dasar bagi pengambilan keputusan dimulainya suatu proses di COP 13 yang dikenal sebagai Bali Road Map. Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono menambahkan bahwa penyebab utama perubahan iklim adalah manusia dan tidak perlu diperdebatkan lagi seiring dengan keluarnya laporan IPCC keempat. Dengan demikian tidak ada alasan bagi kita untuk tidak menangani permasalahan ini dengan tegas, baik di tingkat lokal, regional maupun internasional.
Sementara itu dalam sambutannya Menteri Negara Lingkungan Hidup RI, Rachmat Witoelar menyebutkan bahwa kehadiran Presiden RI menunjukkan betapa pentingnya pertemuan ini dan mendorong seluruh delegasi untuk melakukan yang terbaik dalam rangka persiapan Konferensi untuk Perubahan Iklim di Bali nanti.
Bertindak sebagai Pimpinan Pertemuan ini adalah Menteri Negara Lingkungan Hidup Indonesia, Rachmat Witoelar. Rachmat Witoelar juga akan menjadi Presiden Konferensi Antar Pihak (COP) 13 UNFCCC di Bali Nanti. Pertemuan ini membahas tiga hal penting yaitu Building Blocks for a Future Framework, Delivering of the Building Block, and the Bali Road Map.
Kesepakatam umum dalam empat building blocks adalah memperluas kerangka pasca 2012 dan memberikan proporsi yang adil bagi adaptasi dan mitigasi serta isu khusus seperti deforestasi dan degradasi hutan.
Beberapa hal penting yang dihasilkan dalam pertemuan ini antara lain penanganan perubahan iklim tetap mengacu pada kerangka yang sudah ada, yaitu UNFCCC dan Protokol Kyoto; negara-negara Annex 1 tetap mengambil peran utama; dan tercapainya kesepakatan bahwa kerangka multilateral pasca 2012 harus selesai pada 2009 serta menjamin keberlanjutan CDM. Dalam konteks ini dibutuhkan konsensus yang lebih luas mengenai pentingnya Bali Road Map dalam rangka menuju kerangka pasca 2012 tersebut.
|