JAKARTA (RP)- Merasa kurang percaya dengan data-data yang disampaikan PT Indah Kiat Pulp & Paper (IKPP), Komisi VII DPR RI akhirnya memutuskan untuk turun langsung ke lapangan memastikan apakah perusahaan bubur kertas dan kertas terbesar di Asia Tenggara itu terlibat atau tidak dalam praktik illegal logging di Riau. Keputusan itu disepakati setelah Komisi VII menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan PT IKPP dan PT Riau Andalan Pulp & Paper (RAPP/Riaupulp) di Gedung DPR/MPR RI, kawasan Senayan, Jakarta, Senin (8/10).
Dalam rapat yang dipimpin Wakil Ketua Komisi VII Sonny Keraf (FPDIP) itu, IKPP berusaha menjawab pertanyaan tertulis yang telah disampaikan para anggota Komisi VII termasuk memberikan data-data untuk menglarifikasi bahwa IKPP tidak terlibat dalam praktik illegal logging sebagaimana ditudingkan banyak pihak. Bahkan, IKPP sudah mencoba memakai teknologi google, sebagaimana permintaan Komisi VII, untuk memantau dengan citra satelit areal HTI yang dimiliki. Sayangnya, hasil yang ditampilkan dinilai sudah tidak aktual lagi.
Di sisi lain, banyak di antara anggota Komisi VII yang kelihatan kurang mengerti dengan penjelasan yang disampaikan pihak IKPP. Apalagi kalau sudah terkait istilah-istilah dalam teknologi google. Sementara tudingan bahwa perusahaan Grup Sinar Mas yang
memiliki kapasitas produksi lebih-kurang 2 juta ton per tahun itu, seakan sudah pasti. Sehingga, hujan interupsi pertanda rasa tidak puas pun tak dapat dihindari.
Pimpinan rapat Sonny Keraf berkali-kali menegaskan bahwa Komisi VII pada prinsipnya ingin mengetahui berapa luas hutan tanaman yang dimiliki dan dari mana saja suplai bahan baku, sehingga penjelasan itu bisa meyakinkan Komisi VII bahwa IKPP memang tidak terlibat illegal logging.
Pihak IKPP yang dipimpin Presdir Yudi Setiawan Lin menjelaskan bahwa perusahaannya memiliki areal tanaman di Riau sekitar 390.000 hektare (netto). Di samping itu, IKPP juga membeli bahan baku dari mitra kerjanya. Sehingga, IKPP berusaha meyakinkan Komisi VII bahwa pihaknya sama sekali tidak terlibat illegal logging dan hanya menerima bahan baku kayu yang legal.
Apalagi, selama ini, IKPP sudah menerapkan sistem lacak balak yang diaudit oleh pihak ketiga, sehingga tidak mungkin IKPP menerima kayu-kayu ilegal.
Namun penjelasan IKPP tetap dirasa tidak memuaskan sehingga mayoritas anggota Komisi VII tetap belum yakin kalau perusahaan itu bebas dari praktik illegal logging. Beberapa anggota Komisi VII, seperti Effendi Simbolon (PDIP), Brur Maras (PD), Ade Daud Nasution (PBR) bahkan berkali-kali menuding perusahaan itu telah meluluhlantakkan hutan Riau. ‘’Kita sepakati saja agar perusahaan ini ditutup. Kita rekomendasikan saja begitu,’’ desak Brur Maras, dengan nada tinggi.
Mendapat desakan yang tidak mengenakkan itu, Presdir IKPP Yudi meminta agar Komisi VII jangan sampai mengeluarkan rekomendasi yang seperti itu. ‘’Kami ini datang justru minta bantuan kepada bapak-bapak, karena kami dituding sebagai pelaku illegal logging. Itulah sebabnya kami berusaha menjelaskan kepada bapak-bapak bahwa kami tidak terlibat,’’ ucap Yudi.
Melihat suasana rapat yang kurang kondusif dan banyak interupsi, pimpinan rapat Sonny Keraf akhirnya menawarkan kepada para anggota Komisi VII untuk turun ke lapangan mengecek langsung kebenaran apakah IKPP terlibat atau tidak praktik illegal logging. Tawaran itu pun disepakati. Namun kapan persisnya Komisi VII akan turun ke Riau, belum dipastikan. Selain itu, Komisi VII juga berencana memanggil semua pihak terkait, termasuk Tim Gabungan bentukan Presiden SBY untuk mendapat penjelasan yang lebih komprehensif terkait kasus illegal logging di Riau.
Riaupulp Ditunda Lagi
Sementara RDPU dengan Riaupulp terpaksa ditunda lagi karena Komisi VII merasa kecewa dengan keseriusan pihak Riaupulp dalam menyiapkan data-data yang diperlukan. Dalam RDPU itu, Riaupulp mendapat kesempatan pertama untuk menyampaikan paparan. Sayangnya, sejumlah anggota Komisi VII merasa belum menerima data-data yang diminta. Padahal, Komisi VII sejak awal sudah memerintahkan Riaupulp agar menyampaikan data-data yang diminta empat hari sebelum RDPU digelar.
Sementara Riaupulp baru menyampaikan data-data itu Senin (8/10) pagi kepada Komisi VII. ‘’Bagaimana kita bisa membaca dan mendalami data-data disampaikan kalau kita belum membacanya,’’ kritik Effendi Simbolon.
Effendi juga meminta agar Dirut Riaupulp Rudi Fajar bisa lebih menguasai berbagai persoalan dan data menyangkut perusahaan yang dipimpinnya. Sehingga, ketika RDPU dengan DPR, tidak perlu meminta bantuan kepada para bawahannya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan anggota dewan.
Akibat kekecewaan itu, Komisi VII akhirnya meminta Riaupulp menyiapkan lagi data-data yang diminta, dan kemungkinan setelah Idul Fitri, Komisi VII akan menjadwalkan kembali RDPU dengan Riaupulp. Kepada wartawan, usai pertemuan Rudi Fajar membantah tudingan kalau selama ini Riaupulp terlibat illegal logging. Menurutnya, selama ini Riaupulp menyuplai bahan baku dari Hutan Tanaman Industri (HTI) sendiri. Disamping itu, bahan baku yang diperoleh dari luar HTI Riaupulp pun didapatkan dengan cara yang legal.
Dalam rapat yang dipimpin Wakil Ketua Komisi VII Sonny Keraf (FPDIP) itu, IKPP berusaha menjawab pertanyaan tertulis yang telah disampaikan para anggota Komisi VII termasuk memberikan data-data untuk menglarifikasi bahwa IKPP tidak terlibat dalam praktik illegal logging sebagaimana ditudingkan banyak pihak. Bahkan, IKPP sudah mencoba memakai teknologi google, sebagaimana permintaan Komisi VII, untuk memantau dengan citra satelit areal HTI yang dimiliki. Sayangnya, hasil yang ditampilkan dinilai sudah tidak aktual lagi.
Di sisi lain, banyak di antara anggota Komisi VII yang kelihatan kurang mengerti dengan penjelasan yang disampaikan pihak IKPP. Apalagi kalau sudah terkait istilah-istilah dalam teknologi google. Sementara tudingan bahwa perusahaan Grup Sinar Mas yang
memiliki kapasitas produksi lebih-kurang 2 juta ton per tahun itu, seakan sudah pasti. Sehingga, hujan interupsi pertanda rasa tidak puas pun tak dapat dihindari.
Pimpinan rapat Sonny Keraf berkali-kali menegaskan bahwa Komisi VII pada prinsipnya ingin mengetahui berapa luas hutan tanaman yang dimiliki dan dari mana saja suplai bahan baku, sehingga penjelasan itu bisa meyakinkan Komisi VII bahwa IKPP memang tidak terlibat illegal logging.
Pihak IKPP yang dipimpin Presdir Yudi Setiawan Lin menjelaskan bahwa perusahaannya memiliki areal tanaman di Riau sekitar 390.000 hektare (netto). Di samping itu, IKPP juga membeli bahan baku dari mitra kerjanya. Sehingga, IKPP berusaha meyakinkan Komisi VII bahwa pihaknya sama sekali tidak terlibat illegal logging dan hanya menerima bahan baku kayu yang legal.
Apalagi, selama ini, IKPP sudah menerapkan sistem lacak balak yang diaudit oleh pihak ketiga, sehingga tidak mungkin IKPP menerima kayu-kayu ilegal.
Namun penjelasan IKPP tetap dirasa tidak memuaskan sehingga mayoritas anggota Komisi VII tetap belum yakin kalau perusahaan itu bebas dari praktik illegal logging. Beberapa anggota Komisi VII, seperti Effendi Simbolon (PDIP), Brur Maras (PD), Ade Daud Nasution (PBR) bahkan berkali-kali menuding perusahaan itu telah meluluhlantakkan hutan Riau. ‘’Kita sepakati saja agar perusahaan ini ditutup. Kita rekomendasikan saja begitu,’’ desak Brur Maras, dengan nada tinggi.
Mendapat desakan yang tidak mengenakkan itu, Presdir IKPP Yudi meminta agar Komisi VII jangan sampai mengeluarkan rekomendasi yang seperti itu. ‘’Kami ini datang justru minta bantuan kepada bapak-bapak, karena kami dituding sebagai pelaku illegal logging. Itulah sebabnya kami berusaha menjelaskan kepada bapak-bapak bahwa kami tidak terlibat,’’ ucap Yudi.
Melihat suasana rapat yang kurang kondusif dan banyak interupsi, pimpinan rapat Sonny Keraf akhirnya menawarkan kepada para anggota Komisi VII untuk turun ke lapangan mengecek langsung kebenaran apakah IKPP terlibat atau tidak praktik illegal logging. Tawaran itu pun disepakati. Namun kapan persisnya Komisi VII akan turun ke Riau, belum dipastikan. Selain itu, Komisi VII juga berencana memanggil semua pihak terkait, termasuk Tim Gabungan bentukan Presiden SBY untuk mendapat penjelasan yang lebih komprehensif terkait kasus illegal logging di Riau.
Riaupulp Ditunda Lagi
Sementara RDPU dengan Riaupulp terpaksa ditunda lagi karena Komisi VII merasa kecewa dengan keseriusan pihak Riaupulp dalam menyiapkan data-data yang diperlukan. Dalam RDPU itu, Riaupulp mendapat kesempatan pertama untuk menyampaikan paparan. Sayangnya, sejumlah anggota Komisi VII merasa belum menerima data-data yang diminta. Padahal, Komisi VII sejak awal sudah memerintahkan Riaupulp agar menyampaikan data-data yang diminta empat hari sebelum RDPU digelar.
Sementara Riaupulp baru menyampaikan data-data itu Senin (8/10) pagi kepada Komisi VII. ‘’Bagaimana kita bisa membaca dan mendalami data-data disampaikan kalau kita belum membacanya,’’ kritik Effendi Simbolon.
Effendi juga meminta agar Dirut Riaupulp Rudi Fajar bisa lebih menguasai berbagai persoalan dan data menyangkut perusahaan yang dipimpinnya. Sehingga, ketika RDPU dengan DPR, tidak perlu meminta bantuan kepada para bawahannya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan anggota dewan.
Akibat kekecewaan itu, Komisi VII akhirnya meminta Riaupulp menyiapkan lagi data-data yang diminta, dan kemungkinan setelah Idul Fitri, Komisi VII akan menjadwalkan kembali RDPU dengan Riaupulp. Kepada wartawan, usai pertemuan Rudi Fajar membantah tudingan kalau selama ini Riaupulp terlibat illegal logging. Menurutnya, selama ini Riaupulp menyuplai bahan baku dari Hutan Tanaman Industri (HTI) sendiri. Disamping itu, bahan baku yang diperoleh dari luar HTI Riaupulp pun didapatkan dengan cara yang legal.
|